MEMBANGUN SDM MENGHADAPI PERSAINGAN
ANTARBANGSA MEMASUKI ABAD KE-21
Harapan Pada HMI
Oleh:
Ginandjar Kartasasmita
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas
Pendahuluan
Ulang tahun Himpunan Mahasiswa lstam (HMl) yang ke-50 merupakan momentum yang penting bukan hanya bagi HMI tetapi
juga bagi generasi muda bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kita sadar betul bahwa hari depan kehidupan berbangsa dan
bernegara sangat tergantung dari semangat, daya juang dan
kualitas pemuda lndonesia. Para pemuda yang pada waktu ini
berstatus mahasiswa merupakan generasi yang menjadi harapan
dan tumpuan seluruh bangsa Indonesia dalam mengarungi
samudra kehidupan di abad ke-21 nanti. oleh karena itulah, peringatan
ulang tahun yang ke-50 ini saya kira bagi HMI memiliki arti
yang strategis untuk menemu-kenali kembali jati diri serta peran
sosial-politik yang selama ini telah menjadi bukti sejarah, dan
mencari wujud serta semangat baru yang sesuai dengan tantangan
dan situasi kehidupan di era mendatang.
Saya diminta untuk membahas topik yang menekankan pada
aspek kualitas sumber daya manusia Indonesia dan persaingan
antarbangsa dalam abad ke-21. Topik ini jelas sangat penting
mengingat zaman sudah berubah ke arah dunia yang menyatu dan
bersamaan dengan itu menciptakan situasi yang makin sarat
dengan persaingan. oleh karena itu, pertanyaannya bagi kita
adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan sebesar-besarnya
situasitu. Tidak ada cara lain untuk dapat memperoleh manfaat
dari situasi tersebut, kecuali melalui peningkatan kemampuan dan
daya saing nasional dari seluruh pelaku pembangunan kita. Untuk
membangun kemampuan dan daya saing nasional ini bukan
pekerjaan yang ringan. Tetapi dengan kerja keras dan dengan bersatu bahu-membahu tidak mustahil bagi kita untuk mewujudkannya.
Untuk itu, peran generasi muda akan besar sekali, di
mana di dalamnya HMI adalah eksponen yang vital, karena
memiliki pegangan moral, militansi, dan dengan demikian dinamika
yang tinggi.
Peran HMI dalam Perjalanan Sejarah Bangsa
Saya bukan anggota HMl, jadi pengetahuan saya mengenai
HMI adalah bukan pengetahuannya "orang dalam". Mungkin apa
yang saya lihat dari luar itu, tidak seperti yang sesungguhnya kalau
dilihat dari dalam. Tetapi mungkin juga ada baiknya untuk
mengetahui bagaimana seorang yang tidak pernah menjadi
anggota HMI melihat organisasi ini.
Sudah banyak ditulis buku mengenai sejarah HMI yang
dapat digunakan sebagai referensi. Karena itu saya hanya akan
bicara singkat sajd untuk mengantar kepada topik utama yang akan
saya bahas, yaitu apa harapan kita terhadap peran HMI di masa
datang, khususnya dalam pembangunan sDM dan dalam
menghadapi persaingan antarbangsa memasuki abad-21 .
HMI berdiri pada tahun kedua kemerdekaan, 1947. Masa itu
adalah masa yang paling genting dalam periode awal negara kita,
karena bangsa Indonesia sedang mati-matian menghadapi
gempuran kaum kolonial. Pada waktu itu, HMI dan angota-anggotanya
terlibat dalam perjuangan fisik melawan penjajah yang
ingin kembali menduduki tanah air ini. pada saat-saat puncak
perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu, bangsa Indonesia
dikhianati oleh PKI dengan peristiwa Madiun di tahun 1948. warga
HMI juga turut serta bersama dengan kekuatan-kekuatan republik
lainnya mengatasi pemberontakan ini.
Pada dekade 1950-an dan 1960-an, bangsa lndonesia
sepenuhnya berganti "haluan" dengan meninggalkan uuD 1945,
dan menerapkan UUDS 1950 dengan sistem politik liberal dan
sistem pemerintahan parlementer. Masa-masa itu adalah masa di
mana bangsa Indonesia mengalami banyak gejolak; berbagai
pemberontakan dan peristiwa mengguncang kehidupan nasional.
Pemerintah jatuh bangun, dan pembangunan hampir tidak berjalan.
Dalam masa itu HMI sebagai organisasi berkembang terus dan
tumbuh makin kuat di kampus-kampus.
Keadaan politik yang demikian itu berakhir dengan dekrit 5
Juli 1959, dan dengan kembali berlakunya UUD 1945. Namun,
pada kenyataannya, UUD itu tidak diterapkan seperti jiwa,
semangat, dan bahkan apa yang jelas tertulis di dalamnya.
Kehidupan bangsa kita dipenuhi dengan gagasan-gagasan dan
suasana revolusioner, di mana ideologi dan politik sangat
mengedepan. Ekonomi tidak dikelola sesuai dengan kaidah yang
seharusnya, dan berangsur-angsur menjadi ekonomi komando,
yang disebut ekonomi terpimpin, seperti juga demokrasi menjadi
tidak demokratis karena telah menjadi demokrasi terpimpin.
Kondisi itu dimanfaatkan dengan sangat lihai oleh PKl, yang
pikiran-pikirannya secara bertahap mendominasi pengambilan
keputusan politik pada waktu itu.
Suasana berkembang sedemikian rupa, sepertinya masyarakat
dimabukkan (intoxicated) oleh slogan-slogan revolusioner, yang
makin lama makin berbau komunis. Tidak semua rela menerima
keadaan itu, dan tumbuh upaya-upaya untuk mengoreksi dari berbagai
kekuatan di masyarakat. Salah satu yang paling terkemuka,
paling vokal di antaranya adalah HMl. Namun, kekuatan antidemokrasi
yang bergabung dengan kaum komunis waktu itu begitu
besar, sehingga organisasi-organisasi dan tokoh-tokoh yang
mencoba meluruskan kembali perjalanan bangsa banyak yang
menjadi korban, atau organisasinya dibubarkan atau tokohtokohnya
dipenjarakan, atau kedua-duanya.
Menjelang puncaknya masa kemelut itu, HMI diperintahkan
untuk dibubarkan. Tetapi perintah pembubaran tidak pernah dilaksanakan
dan HMI tetap eksis. Bahkan pada puncaknya situasi,
dengan pemberontakan G-3O-S/PKl, HMI menjadi salah satu organisasi
yang secara frontal menghadapi gerakan pengkhianatan itu.
HMI merupakan unsur utama dari angkatan 66, yang bersama-sama
dengan ABRI dan rakyat pada umumnya membentuk
kekuatan orde Baru untuk menegakkan kembali pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Tokoh-tokoh HMI
mewarnai jajaran orde Baru, dan banyak alumninya terjun aktif dalam upaya-upaya pembaharuan yang dilakukan oleh orde Baru,
dan pada saatnya telah siap menjadi kader-kader pembangunan
selanjutnya.
HMI sebagai kekuatan pergerakan mahasiswa terus berperan
dalam dekade-dekade pembangunan selanjutnya. Banyak aktivitas
sosial mahasiswa, termasuk dalam menanggapi masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat, yang dimotori oleh HMI bahkan tanpa
HMI dapat dikatakan kegiatan nonkampus mahasiswa seringkali
melempem dan tidak menghasirkan momentum yang diharapkan.
Di lain pihak dengan sejujur-jujurnya, saya harus mengatakan,
sebagai seorang bukan anggota atau alumni HMl, bahwa
pengaruh yang begitu besar pada pergerakan mahasiswa dan
penciptaan opini publik telah diemban oleh HMI secara bertanggung
jawab sehingga tidak pernah kita dengar suatu
keonaran dilatarbelakangi oleh HMI. Tetapi HMI memelopori
secara aktif upaya pemecahan berbagai masalah sosial, terutama
yang menyangkut kehidupan umat.
Jadi kesimpulan saya, sebagai sebuah organisasi mahasiswa
yang besar, besar anggotanya dan besar pengaruhnya, HMI
bersikap sangat matang dan dewasa. Selain dari doktrin-doktrin
yang melahirkannya dan riwayat perjuangannya selama perjalanan
sejarah republik ini, juga dari kualitas sumber daya manusia yang
masuk HMI dan alumni-alumninya tercermin jiwa dan makna organiasi
ini. Barangkali tidak ada organisasi mahasiswa ekstra
universitas yang mefahirkan tokoh-tokoh dan kader-kader bangsa
yang sekarang berkiprah dalam pembangunan, seperti HMl. pada
Kabinet Pembangunan Vl ini saja, kalau tidak salah ada 7 alumni
HMI.
Bagi saya yang dibesarkan dengan latar belakang kebangsaan,
HMI tidak saya anggap sebagai organisasi yang primordial oleh karena dari pandangan-pandangan dan tindak tanduknya HMI
senantiasa menunjukkan sikap kebangsaan. Karena itu saya merasa
compatible dengan HMI dan sudah beberapa kali ini diundang
dan selalu hadir dalam kongres-kongresnya. Saya juga mempunyai
kawan-kawan dekat yang mantan aktivis HMl, dan dari karakter serta semangat kejuangan mereka, saya menangkap
karakter dan semangat kejuangan HMl.
Selanjutnya, bagaimana HMI menempatkan diri dan perannya
dalam perkembangan masyarakat Indonesia yang makin maju,
cerdas, dan makin kosmopolitan ? Bagaimana HMI melihat
perannya dalam melahirkan kader-kader pembangunan untuk
menghadapi tantangan-tantangan masa depan ? Masa depan yang
menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih baik jika
bangsa kita mampu menarik dan memelihara keunggulan dalam
persaingan. Tetapi masa depan dapat merisaukan kalau kita
tenggelam dalam persaingan. Kalau bicara persaingan, tentu
terutama di bidang ekonomi, tetapi juga bahkan lebih rumit di
bidang budaya.
Hal-hal itulah yang saya harapkan dapat direnungi oleh HMl,
anggota-anggotanya, aktivisnya dan para alumninya.
Berbagai Tantangan Memasuki Abad ke-21
Memasuki abad ke-21 semua bangsa akan dihadapkan pada
berbagai macam tantangan yang serius dan amat mendasar,
utamanya berkaitan dengan kompetisi yang berdimensi global.
Kompetisi global tersebut mensyaratkan tersedianya sumber daya
manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan. Sumber
daya manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan itu
merupakan faktor determinan dalam persaingan antarbangsa pada
abad ke-21 nanti.
Memasuki abad ke-21 dapat dipastikan akan terjadi
perubahan-perubahan mendasar di berbagai segi kehidupan yang
gejalanya sudah mulai nampak dan telah dapat kita rasakan
sekarang ini. Perubahan lingkungan strategis yang ditandai oleh
kecenderungan globalisasi yang berlangsung secara intensif ,
akseleratif, melanda semua bangsa di dunia. proses globalisasi
serupa itu dipacu oleh kemajuan di bidang teknologi informasi,
transportasi, dan perdagangan bebas. proses tersebut membawa
dampak langsung terhadap berbagai bidang kehidupan, bukan saja
ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik.
Dalam bidang ekonomi, globalisasi ditandai oleh perdagangan
bebas yang makin tidak mengenal sekat-sekat negara dan
melibatkan semua bangsa di dunia. Dalam suasana itu niscaya
akan terjadi kompetisi yang amat ketat, tajam, dan cenderung
saling mengalahkan antara satu bangsa terhadap bangsa lainnya.
Dari segi kepentingan ekonomi, globalisasi itu menciptakan
peluang pasar yang besar. Karena itu, semua bangsa berkepentingan
untuk bisa memanfaatkan peruang pasar yang terbuka lebar
tersebut.
Bagi bangsa Indonesia, permasalahan utamanya justru
terletak pada kesiapan kita dalam memanfaatkan peluang dan
memenangkan persaingan. Kunci keberhasilannya terletak pada
daya saing bangsa. Karena globalisasi digerakkan oleh dua kekuatan
utama yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing
itu akan sangat bergantung pada (1) kemampuan kita untuk
menguasai teknologi dengan basis ilmu pengetahuan yang kuat,
dan (2) kemampuan kita dalam membangun kelembagaan ekonomi
yang efisien.
Kedua hal tersebut secara imperatif menjadi faktor yang
menentukan dalam usaha memenangkan kompetisi global. Dengan
demikian, upaya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan agenda pembangunan
di masa depan, yang teramat penting dan mendesak
untuk mendapatkan prioritas.
Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan dalam
aspek sosial budaya. Pergaulan antarbangsa dalam era globalisasi
ini menyebabkan terjadinya interaksi dan persentuhan nilai-nilai
budaya di antara berbagai bangsa yang beraneka ragam yang tidak
bisa dihindari. Melalui interaksi tersebut akan terbuka peluang
untuk saling menyerap nilai-nilai budaya asing antara satu dengan
yang lainnya, sehingga terjadi proses adaptasi nilai-nilai budaya
yang dibawa oleh masing-masing bangsa.
Adaptasi budaya asing tersebut bisa bermakna negatif dan positif sekaligus. la akan bermakna negatif bilamana masyarakat
lndonesia hanya menyerap nilai-nilai budaya asing yang tidak
selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Kecenderungan sikap materialistik, konsumeristik, hedonistik, individualistik, atau
sekularistik adalah contoh yang negatif. untuk menghadapinya, kita
perlu memperkuat jati diri sebagai bangsa dan memperkukuh etika
dan landasan moralitas masyarakat.
Di pihak lain, adaptasi juga bisa bermakna positif bila
mendorong masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengejar kemajuan.
Misalnya etos kerja, semangat berkompetisi, sikap kemandirian,
disiplin, penghargaan terhadap waktu dan sebagainya.
Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya
keutuhan negara terutama bagi negara-negara yang dibentuk atas
dasar ikatan primordial sepedi etnik dan agama. Bahkan John
Naisbitt membuat sinyalemen bahwa masa depan negara-bangsa
yang dibentuk atas dasar kesatuan berbagai macam etnik itu
sangat mungkin akan memudar, mengalami disintegrasi, dan
kemudian akan kembali kepada identitas primordial semula. Dalam
bahasa Naisbitt, tribalisme itu akan berkembang ketika nasionalisme
(baca: negara-bangsa) dianggap tidak penting lagi.
Dalam konteks Indonesia, sebagai negara-bangsa yang
sangat majemuk baik dari segi etnis, agama, budaya, dan adat
istiadat, tentu saja masalah ini tidak bisa diabaikan. Oleh karena
itu, semua elemen sosial yang ikut membentuk negara kesatuan RI dituntut untuk berupaya memperkuat dan mengukukuhkan keutuhan
bangsa ini. Dalam hal ini, HMI diharapkan akan senantiasa
setia kepada komitmennya yang kuat untuk menjaga integrasi
negara kebangsaan sebagaimana tercermin dalam wawasan organisasinya.
Kita mengharapkan identitas keislaman yang menjadi
spirit perjuangan HMI tidak akan menghalanginya untuk tetap setia
kepada negara kesatuan Rl, bahkan memperkuat tekad untuk
mempertahankannya dan memperkukuhnya. wawasan keislaman
HMI itu kita harapkan akan tetap merupakan pencerminan dari
wawasan kebangsaannya. Lagi pula, meskipun realitas bangsa Indonesia ini sangat pluralistik, namun ia mempunyai daya perekat
yang amat kuat yaitu ideologi negara pancasila, di mana
keseluruhan silanya diyakini merupakan nafas keislaman. Kita
mengharapkan HMI dapat tetap diandalkan oleh bangsa ini sebagai
kekuatan Pancasila yang senantiasa dapat diandalkan.
Agenda Utama Pembangunan: Meningkatkan Kualitas SDM
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.
Pengalaman negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan,
Taiwan, Hongkong, dan singapura membuktikan kebenaran hal
tersebut. Kelima negara yang disebut menandakan Kebangkitan
Ekonomi Asia itu telah berhasil mendorong kemajuan ekonomi
mereka secara spektakuler dan mengagumkan. Tumpuan kemajuan
mereka bukanlah kekayaan alam yang melimpah, melainkan
pada kualitas sumber daya manusianya.
Akan tetapi bagi Indonesia justru masalah sumber daya
manusia ini masih merupakan problem utama. Kita menyadari
bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia jauh lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara lain pada tahapan pembangunan
yang setara dengan kita, bahkan di kawasan ASEAN
sekalipun. Menurut laporan UNDP 1996, berdasarkan indikator
Human Development lndex, lndonesia menempati peringkat ke-102
dengan angka HDI 0,641. sementara negara-negara ASEAN lain
seperti Singapura menempati peringkat ke-34 (angka indeks
0,881), Brunei Darussalam peringkat ke-36 (angka indeks o,872),
Thailand peringkat ke-52 (angka indeks 0,992), Malaysia peringkat
ke-53 (angka indeks 0,826), dan Filipina peringkat ke-95 (angka
indeks 0,666). Rentang peringkat itu lebih jauh lagi bila dibandingkan
dengan Jepang, Hongkong, atau Korea selatan, yang masing-masing
berada di peringkat ke-3 (angka indeks 0,938), ke-22
(angka indeks 0,909), dan ke-29 (angka indeks 0,886).
Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di
kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan
pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar
lebih kompetitif.
Memberikan prioritas utama terhadap pembangunan kualitas
sumber daya manusia, terutama harus difokuskan pada upaya
memperkuat basis pendidikan. Hal ini penting, sebab investasi
human capital niscaya akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Faktor keberhasilan dalam
membangun basis pendidikan inilah, yang mengantarkan negara-negara
di kawasan Asia Timur muncul menjadi kekuatan ekonomi
yang dahsyat itu. Lompatan ekonomi itu digambarkan oleh Bank
Dunia sebagai the East Asian Miracle keajaiban negara-negara
Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara amat
mengesankan di negara-negara yang disebut "Macan Asia" itu,
justru dikarenakan mereka berhasil dalam investasi human capitalnya.
Memasuki abad ke-21, kemampuan bersaing suatu negara
tidak lagi semata-mata ditentukan oreh keunggulan komparatif yang
didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersediaan
tenaga kerja murah, melainkan ditentukan oleh penguasaan
teknologi, informasi, dan keahlian manajerial. Bersamaan dengan
itu harus disertai pula dengan kesiapan sumber daya manusia dan
institusi-institusi pembangunan, untuk menyerap dan memanfaatkan
iptek yang telah berkembang baik di dalam negeri sendiri
maupun di negara lain.
Dalam GBHN 1993 dinyatakan dengan tegas mengenai
pentingnya peran iptek dalam pembangunan nasional. Bahkan
iptek telah ditempatkan sebagai sarah satu asas penting dalam
pembangunan. Oleh karena itu, perhatian yang sungguh-sungguh
telah diberikan terhadap upaya pengembangan iptek sebagaimana
tercermin pada alokasi anggaran yang disediakan di dalam
pembangunan. Pada akhir Pelita V tahun 1993/1994 total anggaran
iptek mencapai 701.20 miliar rupiah, dan pada tahun ketiga pelita Vl mengalami kenaikan dua kali lipat menjadi 1,392.86 miliar
rupiah. Dari data tersebut kita merihat betapa ada perkembangan
yang nyata dalam mengalokasikan anggaran pengembangan iptek
ini, yang dari tahun ke tahun peningkatannya mencapai 25 persen.
Peran iptek itu menjadi lebih penting lagi bila dikaitkan
dengan proses industrialisasi. Kembali proses industrialisai itu
mensyaratkan adanya SDM-SDM unggul yang menguasai iptek.
Dalam hal ini, bangsa kita masih menghadapi masalah yang serius
mengingat adanya ketidakseimbangan komposisi dalam disiplin
sains dan teknologi dan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Ketidakseimbangan tersebut cukup mencolok. Pada tahun 1995 hanya 26,3 persen saja mahasiswa yang menuntut ilmu di bidang sains dan teknologi.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia
Pasifik seperti Taiwan, Hongkong, Jepang, dan lain-lain persentase
sarjana di bidang iptek di lndonesia masih sangat terbatas. Diukur
dari persentase jumlah sarjana di bidang iptek terhadap penduduk
usia 22 tahun, Indonesia baru mencapai 0,5 persen pada tahun
1991; sementara Taiwan 4,2 persen, bahkan Korea dan Jepang
masing-masing sudah mencapai 6 persen pada tahun 1990. Untuk
itu, dalam upaya mengejar kemampuan yang setara dengan
negara-negara tetangga dan negara industri di kawasan Asia
Pasifik, jumlah sarjana sains dan teknorogi pada strata satu (s-1)
akan ditingkatkan dari 1 5 ribu per tahunnya pada awal PJP ll
menjadi 65 ribu pada akhir PJP ll nanti.
Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena
menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di
masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan
semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan
dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong
transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
Peran Strategis HMI di Masa Depan
Dalam upaya membangun dan menyiapkan sumber daya
manusia berkualitas, terutama dalam menghadapi abad ke-21 yang
sudah di ambang pintu, perguruan tinggi mempunyai peranan yang
amat strategis. Berarti peran dari segenap sivitas akademika, dan
berarti pula para mahasiswanya.
Dengan demikian, peran dan kiprah HMI akan senantiasa
relevan di masa depan bila ia memusatkan perhatian pada upaya
membangun sumber daya manusia berkualitas, yang dibutuhkan
dalam pembangunan di abad ke-21. Dalam perspektif demikian,
ada beberapa harapan saya terhadap HMI dan perannya di masa
depan.
1. Memperkuat Basis Komunitas
Intetektual
Peran strategis HMI yang diharapkan adalah sebagai wahana
pembinaan mahasiswa, yang bertujuan untuk melahirkan sumber
daya manusia yang andal dan memiliki keunggulan. HMI
diharapkan akan memberi perhatian lebih besar terhadap upaya
membangun basis kelompok terdidik dan terpelajar, yang menjadi
cikal bakal lahirnya sumber daya manusia berkualitas, andal, dan
memiliki keunggulan. Kelompok ini dapat disebut sebagai komunitas
intelektual, yang merupakan soko guru kelompok elite
strategis suatu bangsa. Dalam kurun waktu yang relatif lama, HMI
telah berhasil membangun tradisi intelektual yang amat baik.
Tradisi ini harus dilanjutkan dan ditingkatkan lagi di masa depan.
HMI harus merupakan wahana bagi para mahasiswa untuk
mengaktualisasikan potensi intelektual mereka, agar bisa berkembang
dengan baik. HMI harus membuat dirinya menjadi wadah agar
potensi tersebut bisa berkembang secara optimal dalam sebuah
lingkungan sosial yang kondusif . sebagai organisasi kemahasiswaan,
HMI diharapkan menjadi wadah dan tempat pembelajaran
di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, yang memungkinkan
mahasiswa mengembangkan aktivitasnya secara kreatif dan
inovatif.
Sebagai institusi pembelajaran di luar kurikulum akademik
perguruan tinggi, HMI dapat memberi kontribusi yang besar
terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai kelompok
masyarakat terpelajar. Dengan membangun manusia-manusia
terdidik melalui proses pembelajaran, pemupukan potensi
intelektual dan kepemimpinan, seda penguatan kapasitas belajar
secara kontinum, diharapkan HMI bisa turut melahirkan manusiamanusia
unggul masa depan. yaitu manusia-manusia yang cerdas,
terampil, memiliki etos kerja tinggi, semangat dan daya juang
(fighting spirit) yang bergelora, sehingga siap menyongsong
kehidupan global yang sangat kompetitif.
Kecuali itu, melalui pembinaan watak, HMI diharapkan bisa
melahirkan mahasiswa dan alumni sebagai insan-insan terdidik
yang bermoral kuat, berintegritas tinggi, berkepribadian tangguh,
peka dan mempunyai kepedulian sosial, berjiwa kebangsaan, memiliki kualitas kepemimpinan, serta kuat dalam memegang
tradisi dan jati diri sebagai bangsa.
Dalam HMI perlu diperkuat kultur yang memungkinkan
tumbuhnya sikap kemandirian di kalangan para aktivisnya. HMI
selama ini telah menjadi medan penempaan para aktivis
mahasiswa, dan ini harus makin diefektifkan. Melalui HMI para
mahasiswa hendaknya secara dini dihadapkan pada berbagai problem sosial dan bergumul dengan realitas kehidupan
kemasyarakatan, yang mempersiapkan mereka untuk kehidupan
yang nyata dikemudian hari. Dengan proses sosial sepertini HMI
bisa membentuk sikap hidup mandiri dan membina mentalitas yang
tangguh dikalangan mahasiswa dalam menghadapi persoalan-persoalan
kehidupan pada waktu mereka terjun di masyarakat
nanti.
2. Mengembangkan dan Menguasai Iptek
HMI sebagai organisasi para kader pembangunan yang
lslami dan berwawasan kebangsaan, diharapkan akan terus
berusaha mengapresiasi secara kreatif dan inovatif berbagai gejala
dan kencenderungan yang dilahirkan oleh kemajuan iptek. HMI
harus dapat merespons dengan tepat tuntutan eksternal yang tidak
bisa dielakkan, yaitu perkembangan global yang didominasi ofeh
peranan iptek secara amat kuat. Sebagai organisasi kemasyarakatan
pemuda, dan sebagai bagian dari komunitas perguruan
tinggi, HMI harus memelopori pengembangan budaya iptek di
kalangan masyarakat.
Dengan sendirinya, usaha memperkuat basis ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut, harus disertai pula dengan pemantapan
wawasan spiritualitas yang tercermin pada peningkatan
kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT. Keimanan dan
ketakwaan harus menjadi landasan etik dalam mengembangkan
iptek. Dengan kata lain, usaha meraih kemajuan di bidang iptek itu
harus tetap berakar pada tradisi religiositas yang kuat. Hal ini amat
penting, mengingat masa depan dunia sangatlah rumit dan
keimanan dan ketakwaan pulalah yang dapat menjadi pegangan
yang kukuh agar kehidupan masyarakat dan individu bangsa
Indonesia tidak terombang-ambing.
3. Memperkukuh Wawasan Kebangsaan
HMI juga dituntut untuk senantiasa meneguhkan dan
memantapkan wawasan kebangsaan di kalangan anggotanya.
ldentitas lslam di dalam HMI hendaknya merefleksikan semangat
dan kesadaran bahwa HMI merupakan bagian yang terintegrisi
dalam masyarakat lndonesia. Dengan demikian, HMI dituntut untuk
bisa melakukan sintesa harmonis antara wawasan keislaman dan
wawasan kebangsaan. lslam merupakan semangat pergerakan di
dalam tubuh HMl, sedangkan wawasan kebangsaan haruslah
menjadi basis HMI dalam melakukan pergerakan itu.
Meneguhkan dan memantapkan wawasan kebangsaan ini
bukan hanya berdimensi internal, melainkan juga berdimensi
eksternal yakni untuk mengantisipasi gelombang globalisasi pada
abad ke-21 nanti. Peneguhan dan pemantapan wawasan
kebangsaan ini, selain untuk menghadapi tantangan globalisasi,
juga agar keutuhan kita sebagai bangsa tetap terpelihara dan
terjaga dengan baik. Meneguhkan dan memantapkan wawasan
kebangsaan dalam era globalisasi ini sungguh penting, karena ada
potensi nilai-nilai kebangsaan terdesak karena menguatnya nilainilai
universal. HMI dapat berperan besar dalam usaha kiia untuk
terus menerus memupuk dan memperkukuh wawasan kebangsaan
dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk itu.
4. Memperkuat Basis Kepemimpinan
Sebagai organisasi mahasiswa, HMI merupakan tembaga
strategis wadah pembentukan kepemimpinan. Bangsa kita membutuhkan
pemimpin-pemimpin yang tangguh dan memiliki visi yang
jelas tentang pembangunan nasional dan masa depannya.
Kepemimpinan yang tangguh dan bervisi itu tidak bisa lahir secara
tiba-tiba, tetapi harus melalui suatu proses; ada masa penempaan,
penggodogan, dan pengujian, baik ketika masih menjadi mahasiswa
maupun sesudah terjun ke masyarakat. HMI yang telah
terbukti merupakan wadah kelahiran pemimpin-pemimpin di masa
lalu, diharapkan dapat terus menjadi kancah dan medan penempaan,
penggodogan, dan pengujian bagi calon-calon pemimpin
bangsa di masa depan yang kualitasnya sesuai untuk menghadapi
tantangan masa depan, yang tidak sama dengan masa lampau
atau masa kini.
HMI telah memiliki tradisi kepemimpinan yang baik. Tanpa
ditopang oleh basis kepemimpinan yang kuat, akan sulit kiranya
bagi HMI untuk mampu bukan saja bertahan dalam menghadapi
tantangan-tantangan, tetapi juga mengembangkan organisasi
dalam zaman yang berganti-ganti. Menghadapi masa depan yang
sangat dinamis HMI kita harapkan dapat menjadi basis bagi pari
anggota dan aktivis untuk membangun jiwa, semangat, dan
kemampuan kepemimpinan. oleh karenanya, memperkuat basis
kepemimpinan bukan hanya bagi organisasi HMI sendiri, tetapi
untuk bangsa secara keseruruhan merupakan hal yang penting
untuk menjadi agenda HMI.
Penutup
Pada bagian akhir tulisan ini saya ingin kembali menegaskan, bahwa memasuki abad ke-21 sebagai bangsa kita akan menghadapi berbagai macam tantangan yang berat. Terutama tantangan karena persaingan global di antara bangsa-bangsa di dunia, khususnya dalam kehidupan ekonomi, tetapi luga di bidang budaya. Setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia dituntut untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya ke arah itu.
Tantangan yang paling utama adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif. Tantangan ini harus dapat dijawab ofeh kita semua, pemerintah, dan juga lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, termasuk organisasi kemahasiswaan seperti HMl. Tantangan bagi HMl, seperti juga dalam kancah yang lebih besai bagi seluruh masyarakat Indonesia, adalah bagaimana mencari cara atau format yang tepat untuk secara cepat dan efektif membangun sumber daya manusia yang akan menjadi andalan bangsa Indonesia pada abad ke-21.
Demikianlah sumbangan pikiran saya. Semoga bermanfaat. Selamat berulang tahun dalam Tahun Emas. Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Dirgahayu HMl.