PEREMPUAN
DALAM BINGKAI ISLAM
Oleh : Nuraini*
HMI KOMISARIAT FP USU
Secara epistemologi Perempuan berasal dari kata per-empu-an
”ahli/mampu”, jadi perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu.
Wanita berasal dari bahasa Jawa ”wani ditata” yang artinya ”orang yang bisa
diatur”. Selain itu, dalam bahasa sanskerta kata wanita berasal dari kata ”wan”
dan ”ita” yang berarti ”yang dinafsui”.
Dalam Islam sendiri pembicaraan tentang perempuan merupakan
hal yang cukup banyak menyita perhatian, terutama dalam perkembangan
akhir-akhir ini. Sebelum berbicara terlalu jauh tentang perempuan ada baiknya
kita mengetahui dahulu sejarah perempuan sebelum datangnya Islam, dan
pandangan-pandangan dari kaum-kaum lain.
Dalam memandang posisi kaum
perempuan dalam masa pra Islam, perempuan dipandang sebagai makhluk yang tidak
berharga, dianggap hanya subordinatif, keberadaannya sering menimbulkan
masalah, tidak memiliki independensi diri, hak-haknya boleh ditindasdan
dirampas, tubuhnya dapat diperjualbelikan atau di wariskan, dan diletakkan
dalam posisi marginal.
Dalam peradaban Yunani, perempuan tidak lebih sekedar alat pemuas naluri seks pria.
Kebebasan diberikan kepada perempuan untuk kemudian menikmatinya secara bebas
pula. Lain lagi halnya pada peradaban Romawi,
perempuan dibawah kekuasaan dan wewenang ayahnya, ketika mereka menikah
kekuasaan dan wewenang itu jatuh pada suaminya, ketika suaminya meninggal harus
mengikuti anak laki-lakinya. Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka perempuan
harus mengikuti pamannnya, jika tidak ada pamannya maka perempuan akan
diserahkan kepada pemerintah. Ini menunjukkan bahwa perempuan dipandang sangat
lemah (dha’if) dan di lemahkan (mustadh’afin).
Pada peradaban Hindu dan China kondisi
dan nasib perempuan tidak kalah buruk dan tragis. Hak hidup seorang perempuan
yang bersuami berakhir dengan meninggalnya sang suami. Sang istri harus siap
dibakar hidup-hidup pada saat suaminya di bakar atau di kremasi. Sementara,
perempuan dalam pandangan Yahudi merupakan
sumber laknat Tuhan karena ia telah menjerumuskan Adam kepada rayuan iblis yang
menyebabkan keduanya terusir dari dalam surga. Laknat itu berupa perempuan
mengalami menstruasi dan merasakan kesakitan ketika sedang melahirkan. Dalam
peradaban Kristen pun tidak jauh berbeda dengan kisah-kisah sebelumnya
(Yahudi), perempuan merupakan sosok manusia yang bertabiat buruk dan
menyebabkan fitnah.
Islam memberikan penghormatan yang
begitu agug dan mulia kepada perempuan. Islam sangat memuliakan dan menempatkan
perempuan pada posisi utama. Dalam pendidikan pun, perempuan (ibu) merupakan
“madrasah” awal bagi anak-anaknya. Pendidikan jiwa, mental, dan karakter
terbentuk mula-mula dalam lingkungan rumah tangga. Jiwa pengasih, lembut,
penyabar, dan penyayang, terbentuk mula-mula dari lingkungan rumah. Mental baja
dan pantang menyerah diperoleh seorang anak dari didikan ibunya. Jiwa pemaaf
dan lapang dada dibentuk dalam lingkungan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya.
Seperti kita alami sehari-hari, pada urusan internal rumah tangga seorang ibu lebih
berperan dan dominan daripada seorang ayah. Perempuan adalah tiang utama
kebaikan dan masa depan generasi dan kehidupan manusia.
Berbicara tentang penciptaan perempuan maka tidak lepas dari
penciptaan/kejadian manusia secara umum. Dalam QS. al-Nisa (4):1 disebutkan
bahwa manusia telah diciptakan dalam diri yang satu dan diciptakan darinya
isterinya (pasangannya). Nabi Adam a.s, yang dikenal dengan Hawa diciptakan
dari Adam sendiri. Pandangan ini kemudian melahirkan
persepsi negatif terhadap perempuan dengan mengatakan bahwa perempuan adalah
bagian dari laki-laki. Alasan mereka ialah adanya
beberapa hadis Nabi yang mengisyaratkan bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari
salah satu tulang rusuk Adam. Hadits tersebut adalah yang berikut:
“Hadits
dari Abi Hurairah r.a. berkata: Rasulullah bersabda; sesungguhnya perempuan
seperti tulang rusuk, jika kalian mencoba meluruskan ia akan patah. Tetapi jika
kalian membiarkannya maka kalian menikmatinya dengan tetap dalam keadaan
bengkok”
Pemahaman
bahwa tulang rusuk sebagai asal-usul perempuan ditanggapi oleh beberapa
penafsiran seperti Rasyid Ridha yang tidak mendukung penafsiran bahwa perempuan
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Menurutnya, kata min
nafsin wahidah (bukan berarti dari diri yang satu ( diri
Adam) tapi yang dimaksud adalah dari jenis yang satu (yang sama).
sebenarnya konsep penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam
bukanlah bersumber dari Al-Qur’an, menurut penelitian, hadis diatas mendapat
pengaruh dari tradisi agama sebelumya, Yahudi dan Kristen yang memiliki konsep
bias gender.
Dalam
Kitab kejadian 2:18-24, terdapat cerita bahwa Tuhan telah menciptakan Adam,
tetapi karena Adam kesepian, Tuhan mencoba mencarikan teman. Tuhan membuat Adam
tertidur dan kemudian Tuhan mengeluarkan tulang rusuk Adam untuk dijadiakn Eve
(Hawa). Ketika Adam melihat Eve (Hawa), dia merasa senang dan mengklaim bahwa
Eve berasal dari tulang dan dagungnya sendiri. Jadi, sebenarnya perempuan dan
laki-laki diciptakan dari jenis yang sama. Meskipun secara biologis perempuan
tidak dapat disamakan dengan laki-laki. Tetapi dalam hak dan kewajibannya tidak
ada perbedaan pada keduanya, yang membedakan hanyalah ketaqwaan dan keimanannya
dihadapan ALLAH SWT.
Sejak
islam datang tidak ada lagi ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Islam
tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan, maka dalam islam tidak
terdapat gender. Gender yang merupakan konstruksi sosial yang selama ini di
ikuti oleh kaum-kaum feminis islam adalah bersumber dari barat. Jika kita
memahami perempuan dari sudut pandang islam, maka kita tidak perlu lagi
mengikut paham-paham feminisme lagi. Adanya gender yang diciptakan oleh kaum
feminisme itu alasannya sudah jelas bahwa hanya islam saja yang tidak
membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Islam
tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, ketika dalam
rumah tangga yang menjadi seorang pemimpin tetaplah seorang suami. Bagaimana
pun hebatnya seorang istri di luar sana, bagaimana pun suksesnya karir seorang
istri di luar sana, saat kembali ke rumah, ia tetaplah seorang istri yang harus
taat kepada suaminya. Ia tetaplah seorang ibu yang harus mengajarkan hal yang
baik kepada anak-anaknya, seperti yang telah disebutkan diatas bahwasanya
perempuan adalah madrasah utama seorang anak, yang merupakan penerus bangsa
ini. Maka tidak salah lah syair yang mengatakan bahwasanya perempuan adalah
tiang negara, jika perempuannya berakhlak buruk maka buruklah suatu negara,
namun jika akhlak perempuannya baik maka baiklah suatu negara. Dan hal ini
tidak bertentangan dalam ajaran islam.
*kabid UPP periode 2015-2016