Sabtu, 09 April 2016

Perempuan Dalam Bingkai Islam

PEREMPUAN DALAM BINGKAI ISLAM
Oleh : Nuraini*
HMI KOMISARIAT FP USU

Secara epistemologi Perempuan berasal dari kata per-empu-an ”ahli/mampu”, jadi perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu. Wanita berasal dari bahasa Jawa ”wani ditata” yang artinya ”orang yang bisa diatur”. Selain itu, dalam bahasa sanskerta kata wanita berasal dari kata ”wan” dan ”ita” yang berarti ”yang dinafsui”.
Dalam Islam sendiri pembicaraan tentang perempuan merupakan hal yang cukup banyak menyita perhatian, terutama dalam perkembangan akhir-akhir ini. Sebelum berbicara terlalu jauh tentang perempuan ada baiknya kita mengetahui dahulu sejarah perempuan sebelum datangnya Islam, dan pandangan-pandangan dari kaum-kaum lain.
            Dalam memandang posisi kaum perempuan dalam masa pra Islam, perempuan dipandang sebagai makhluk yang tidak berharga, dianggap hanya subordinatif, keberadaannya sering menimbulkan masalah, tidak memiliki independensi diri, hak-haknya boleh ditindasdan dirampas, tubuhnya dapat diperjualbelikan atau di wariskan, dan diletakkan dalam posisi marginal.
            Dalam peradaban Yunani, perempuan tidak lebih sekedar alat pemuas naluri seks pria. Kebebasan diberikan kepada perempuan untuk kemudian menikmatinya secara bebas pula. Lain lagi halnya pada peradaban Romawi, perempuan dibawah kekuasaan dan wewenang ayahnya, ketika mereka menikah kekuasaan dan wewenang itu jatuh pada suaminya, ketika suaminya meninggal harus mengikuti anak laki-lakinya. Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka perempuan harus mengikuti pamannnya, jika tidak ada pamannya maka perempuan akan diserahkan kepada pemerintah. Ini menunjukkan bahwa perempuan dipandang sangat lemah (dha’if) dan di lemahkan (mustadh’afin).
            Pada peradaban Hindu dan China kondisi dan nasib perempuan tidak kalah buruk dan tragis. Hak hidup seorang perempuan yang bersuami berakhir dengan meninggalnya sang suami. Sang istri harus siap dibakar hidup-hidup pada saat suaminya di bakar atau di kremasi. Sementara, perempuan dalam pandangan Yahudi merupakan sumber laknat Tuhan karena ia telah menjerumuskan Adam kepada rayuan iblis yang menyebabkan keduanya terusir dari dalam surga. Laknat itu berupa perempuan mengalami menstruasi dan merasakan kesakitan ketika sedang melahirkan. Dalam peradaban Kristen pun tidak jauh berbeda dengan kisah-kisah sebelumnya (Yahudi), perempuan merupakan sosok manusia yang bertabiat buruk dan menyebabkan fitnah.
            Islam memberikan penghormatan yang begitu agug dan mulia kepada perempuan. Islam sangat memuliakan dan menempatkan perempuan pada posisi utama. Dalam pendidikan pun, perempuan (ibu) merupakan “madrasah” awal bagi anak-anaknya. Pendidikan jiwa, mental, dan karakter terbentuk mula-mula dalam lingkungan rumah tangga. Jiwa pengasih, lembut, penyabar, dan penyayang, terbentuk mula-mula dari lingkungan rumah. Mental baja dan pantang menyerah diperoleh seorang anak dari didikan ibunya. Jiwa pemaaf dan lapang dada dibentuk dalam lingkungan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya. Seperti kita alami sehari-hari, pada urusan internal rumah tangga seorang ibu lebih berperan dan dominan daripada seorang ayah. Perempuan adalah tiang utama kebaikan dan masa depan generasi dan kehidupan manusia.
Berbicara tentang penciptaan perempuan maka tidak lepas dari penciptaan/kejadian manusia secara umum. Dalam QS. al-Nisa (4):1 disebutkan bahwa manusia telah diciptakan dalam diri yang satu dan diciptakan darinya isterinya (pasangannya). Nabi Adam a.s, yang dikenal dengan Hawa diciptakan dari Adam sendiri. Pandangan ini kemudian melahirkan persepsi negatif terhadap perempuan dengan mengatakan bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki. Alasan mereka ialah adanya beberapa hadis Nabi yang mengisyaratkan bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam. Hadits tersebut adalah yang berikut:
“Hadits dari Abi Hurairah r.a. berkata: Rasulullah bersabda; sesungguhnya perempuan seperti tulang rusuk, jika kalian mencoba meluruskan ia akan patah. Tetapi jika kalian membiarkannya maka kalian menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok”
Pemahaman bahwa tulang rusuk sebagai asal-usul perempuan ditanggapi oleh beberapa penafsiran seperti Rasyid Ridha yang tidak mendukung penafsiran bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Menurutnya, kata min nafsin wahidah (bukan berarti dari diri yang satu ( diri Adam) tapi yang dimaksud adalah dari jenis yang satu (yang sama).
sebenarnya konsep penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam bukanlah bersumber dari Al-Qur’an, menurut penelitian, hadis diatas mendapat pengaruh dari tradisi agama sebelumya, Yahudi dan Kristen yang memiliki konsep bias gender.
Dalam Kitab kejadian 2:18-24, terdapat cerita bahwa Tuhan telah menciptakan Adam, tetapi karena Adam kesepian, Tuhan mencoba mencarikan teman. Tuhan membuat Adam tertidur dan kemudian Tuhan mengeluarkan tulang rusuk Adam untuk dijadiakn Eve (Hawa). Ketika Adam melihat Eve (Hawa), dia merasa senang dan mengklaim bahwa Eve berasal dari tulang dan dagungnya sendiri. Jadi, sebenarnya perempuan dan laki-laki diciptakan dari jenis yang sama. Meskipun secara biologis perempuan tidak dapat disamakan dengan laki-laki. Tetapi dalam hak dan kewajibannya tidak ada perbedaan pada keduanya, yang membedakan hanyalah ketaqwaan dan keimanannya dihadapan ALLAH SWT.
Sejak islam datang tidak ada lagi ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Islam tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan, maka dalam islam tidak terdapat gender. Gender yang merupakan konstruksi sosial yang selama ini di ikuti oleh kaum-kaum feminis islam adalah bersumber dari barat. Jika kita memahami perempuan dari sudut pandang islam, maka kita tidak perlu lagi mengikut paham-paham feminisme lagi. Adanya gender yang diciptakan oleh kaum feminisme itu alasannya sudah jelas bahwa hanya islam saja yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, ketika dalam rumah tangga yang menjadi seorang pemimpin tetaplah seorang suami. Bagaimana pun hebatnya seorang istri di luar sana, bagaimana pun suksesnya karir seorang istri di luar sana, saat kembali ke rumah, ia tetaplah seorang istri yang harus taat kepada suaminya. Ia tetaplah seorang ibu yang harus mengajarkan hal yang baik kepada anak-anaknya, seperti yang telah disebutkan diatas bahwasanya perempuan adalah madrasah utama seorang anak, yang merupakan penerus bangsa ini. Maka tidak salah lah syair yang mengatakan bahwasanya perempuan adalah tiang negara, jika perempuannya berakhlak buruk maka buruklah suatu negara, namun jika akhlak perempuannya baik maka baiklah suatu negara. Dan hal ini tidak bertentangan dalam ajaran islam.

*kabid UPP periode 2015-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar