KUANTITAS KADER ATAU KUALITAS KADER
(1)
Oleh:
FITRA RIZKI AGHITA PURBA*
Berbicara
tentang kader HMI, maka tidak akan pernah ada habisnya untuk membicarakan
tentang kualiatas dan kuantitas (jumlah) dari kadernya. Pertanyaan pentingnya
adalah mana yang lebih penting, kuantitas atau kualitas kader. Mana yang harus
dimiliki terlebih dahulu oleh organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini?
Topik ini sudah lama diperbincangkan oleh kader – kader HMI dimanapun, baik itu
ketika sedang dalam diskusi biasa atau sharing dengan senioren / alumni HMI –
Kegiatan Non Formal – dan kegiatan training HMI – Kegiatan Formal.
Masalah
kuantitas dan kualitas ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa
dipisahkan, bila kita pisahkan kedua sisi tersebut, maka uang itu hanyalah
sebuah kertas biasa yang tak bernilai apapun. Begitu pula dengan masalah
kuantitas dan kualitas ini. Kita ketahui bersama bahwa kuantitas akan
mempengaruhi kualitas, atau dengan kata yang lebih familiar lagi adalah
kuantitas berbanding lurus dengan kualitas, begitu pula sebaliknya.
Menurut
AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner’s Dictionary) dikatakan bahwa
“ Cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a
particular purpose,” atau “ Cadre is a member of this kind group; they were to
became the cadres of the new community party”. Jadi, pengertian kader adalah
“sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi
tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kader adalah orang yang diharapkan memegang peranan penting dalam
suatu pemerintahan. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kader adalah orang yang akan menjadi tulang punggung dalam suatu organisasi dan
mampu untuk diberikan amanah (tanggung jawab) sebagai pemimpin bagi dirinya
sendiri dan orang lain.
Untuk
menjadi seorang – kader – yang mampu menjadi tulang punggung suatu organisasi
dan mampu untuk mengemban amanah sebagai seorang pemimpin, maka seorang kader
HMI haruslah beraktifitas di HMI dan diluar HMI (akademis). Ketika beraktifitas
di HMI seorang kader itu akan terbentuk dalam organisasi – mengenal
aturan-aturan dalam organisasi dan tidak bekerja sendiri sesuai dengan selera
pribadinya. Bagi HMI, aturan-aturan itu adalah segi nilai dari nilai-nilai
dasar perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk
mentransormasikan nilai-nilai ke-islaman dan mampu untuk mengemban misi
ke-umatan, yaitu berpihak kepada kaum yang tertindas – Mustadhafin – sedangkan
dari segi operasionaliasasi organisasi adalah AD/ ART HMI, pedoman pokok organisasi
dan ketentuan lainnya
Selanjutnya
seorang kader itu harus memiliki komitmen yang terus-menerus (kontinu), tidak
mengenal semangat yang musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam
memerjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Seorang kader juga harus memiliki
bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga
kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Selain itu, seorang kader harus
memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial
dilingkungannya dan mampu melakukan kontrol terhadap perubahan sosial. Hal
tersebut dapat ditempuh dengan aktif dalam bidang akademis, sehingga seorang
kader memiliki prestasi akademik, mampu menguasai latar belakang ilmunya untuk
diaplikasikan kepada lingkungannya serta mampu untuk menjadi duta kampus.
Dengan begitu seorang kader Insya Allah akan mempu untuk menjadi tulang
punggung untuk komunitas yang lebih besar lagi.
Diatas
sudah dikatakan bahwa kuantitas akan berbanding lurus dengan kualitas, atau
dengan kata lain, kuantitas akan mendukung pencapaian kualitas. Dengan semakin
banyaknya jumlah anggota dari suatu orgnanisasi khusunya HMI, maka akan semakin
mudah pula dalam menemukan dan menciptakan kader yang berkualitas. (Dalam ilmu
statistik disebutkan bahwa semakin banyak variasi yang ada dalam suatu kurva
maka- ilmu pemuliaan).
Dalam
pedoman perkaderan HMI, HMI sangat menekankan tentang kualitas kepada outputnya
– Kadernya – oleh karena itu disusunlah jenjang perkaderan HMI yang sudah
memiliki tujuan dari setiap jenjang tersebut untuk meningkatkan akan kualitas
kadernya. Untuk meningkatkan kualitas dirinya, maka seorang kader harus mau dan
mampu untuk mengikuti segala jenjang training yang ada di HMI, baik itu formal
ataupun non formal. Dengan menyelesaikan studinya di HMI, diharapkan seorang
kader mampu untuk mentrasformasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya –
kualitas – kepada lingkungan disekitarnya. Sehingga dengan cara tersebut,
masyarakat – mahasiswa, pelajar, orang tua – dapat melihat dan merasakan
kualitas diri dari seorang kader dan mau untuk mengkuti jejaknya untuk berHMI.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa HMI harus meningkatkan kuantitas kadernya lalu setelah
itu terus dilakukan pembinaan terhadap kadernya agar para kadernya memiliki
kualitas. Kualitas kader itu dapat ditingkatkan dengan mengikuti
training-training formal – LK1, LK2, SC, LK3 –dan informal – diluar dari
training formal – dari HMI serta beraktifitas di HMI dan di akademis. Untuk
meningkatkan kualitas dirinya, maka seorang kader harus memiliki semangat yang
kontinu untuk terus berproses, mengikui training-training formal dan informal
yang dilakukan oleh HMI dan akademis, hal itu dikarenakan sistem perkadern di
HMI yang sudah baik, namun para kadernya yang tidak mau menyelesaikan
trainingnya di HMI.
*KETUA
UMUM HMI KOMS FP USU PERIODE 2015-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar