Jumat, 13 Mei 2016

KUANTITAS KADER DAN KUALITAS KADER



KUANTITAS KADER ATAU KUALITAS KADER (1)
Oleh:
FITRA RIZKI AGHITA PURBA*
Berbicara tentang kader HMI, maka tidak akan pernah ada habisnya untuk membicarakan tentang kualiatas dan kuantitas (jumlah) dari kadernya. Pertanyaan pentingnya adalah mana yang lebih penting, kuantitas atau kualitas kader. Mana yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini? Topik ini sudah lama diperbincangkan oleh kader – kader HMI dimanapun, baik itu ketika sedang dalam diskusi biasa atau sharing dengan senioren / alumni HMI – Kegiatan Non Formal – dan kegiatan training HMI – Kegiatan Formal.
Masalah kuantitas dan kualitas ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, bila kita pisahkan kedua sisi tersebut, maka uang itu hanyalah sebuah kertas biasa yang tak bernilai apapun. Begitu pula dengan masalah kuantitas dan kualitas ini. Kita ketahui bersama bahwa kuantitas akan mempengaruhi kualitas, atau dengan kata yang lebih familiar lagi adalah kuantitas berbanding lurus dengan kualitas, begitu pula sebaliknya.
Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner’s Dictionary) dikatakan bahwa “ Cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose,” atau “ Cadre is a member of this kind group; they were to became the cadres of the new community party”. Jadi, pengertian kader adalah “sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kader adalah orang yang diharapkan memegang peranan penting dalam suatu pemerintahan. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kader adalah orang yang akan menjadi tulang punggung dalam suatu organisasi dan mampu untuk diberikan amanah (tanggung jawab) sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Untuk menjadi seorang – kader – yang mampu menjadi tulang punggung suatu organisasi dan mampu untuk mengemban amanah sebagai seorang pemimpin, maka seorang kader HMI haruslah beraktifitas di HMI dan diluar HMI (akademis). Ketika beraktifitas di HMI seorang kader itu akan terbentuk dalam organisasi – mengenal aturan-aturan dalam organisasi dan tidak bekerja sendiri sesuai dengan selera pribadinya. Bagi HMI, aturan-aturan itu adalah segi nilai dari nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk mentransormasikan nilai-nilai ke-islaman dan mampu untuk mengemban misi ke-umatan, yaitu berpihak kepada kaum yang tertindas – Mustadhafin – sedangkan dari segi operasionaliasasi organisasi adalah AD/ ART HMI, pedoman pokok organisasi dan ketentuan lainnya
Selanjutnya seorang kader itu harus memiliki komitmen yang terus-menerus (kontinu), tidak mengenal semangat yang musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memerjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Seorang kader juga harus memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Selain itu, seorang kader harus memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial dilingkungannya dan mampu melakukan kontrol terhadap perubahan sosial. Hal tersebut dapat ditempuh dengan aktif dalam bidang akademis, sehingga seorang kader memiliki prestasi akademik, mampu menguasai latar belakang ilmunya untuk diaplikasikan kepada lingkungannya serta mampu untuk menjadi duta kampus. Dengan begitu seorang kader Insya Allah akan mempu untuk menjadi tulang punggung untuk komunitas yang lebih besar lagi.
Diatas sudah dikatakan bahwa kuantitas akan berbanding lurus dengan kualitas, atau dengan kata lain, kuantitas akan mendukung pencapaian kualitas. Dengan semakin banyaknya jumlah anggota dari suatu orgnanisasi khusunya HMI, maka akan semakin mudah pula dalam menemukan dan menciptakan kader yang berkualitas. (Dalam ilmu statistik disebutkan bahwa semakin banyak variasi yang ada dalam suatu kurva maka- ilmu pemuliaan).
Dalam pedoman perkaderan HMI, HMI sangat menekankan tentang kualitas kepada outputnya – Kadernya – oleh karena itu disusunlah jenjang perkaderan HMI yang sudah memiliki tujuan dari setiap jenjang tersebut untuk meningkatkan akan kualitas kadernya. Untuk meningkatkan kualitas dirinya, maka seorang kader harus mau dan mampu untuk mengikuti segala jenjang training yang ada di HMI, baik itu formal ataupun non formal. Dengan menyelesaikan studinya di HMI, diharapkan seorang kader mampu untuk mentrasformasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya – kualitas – kepada lingkungan disekitarnya. Sehingga dengan cara tersebut, masyarakat – mahasiswa, pelajar, orang tua – dapat melihat dan merasakan kualitas diri dari seorang kader dan mau untuk mengkuti jejaknya untuk berHMI.
Jadi dapat disimpulkan bahwa HMI harus meningkatkan kuantitas kadernya lalu setelah itu terus dilakukan pembinaan terhadap kadernya agar para kadernya memiliki kualitas. Kualitas kader itu dapat ditingkatkan dengan mengikuti training-training formal – LK1, LK2, SC, LK3 –dan informal – diluar dari training formal – dari HMI serta beraktifitas di HMI dan di akademis. Untuk meningkatkan kualitas dirinya, maka seorang kader harus memiliki semangat yang kontinu untuk terus berproses, mengikui training-training formal dan informal yang dilakukan oleh HMI dan akademis, hal itu dikarenakan sistem perkadern di HMI yang sudah baik, namun para kadernya yang tidak mau menyelesaikan trainingnya di HMI.

*KETUA UMUM HMI KOMS FP USU PERIODE 2015-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar